Pengamat Pertanyakan Beberapa Keputusan Bupati Indra Catri Terkait Corona Di Kabupaten Agam

Lubuk Basung, Jejak77.com – Sejak Pemerintah mengumumkan Pandemi Corona sebagai Isu dan Permasalahan Nasional, 2 Maret 2020 lalu, berbagai respon muncul dari masyarakat dan Pemerintah Provinsi, maupun Kabupaten dan Kota. Khusus Kepala Daerah, tentunya respon tersebut berbentuk keputusan yang diambil terkait Penanganan dan Pencegahan Penyebaran Corona.

Kemudian Keputusan–keputusan yang diambil beberapa Kepala Daerah ini tentunya menimbulkan Pro Kontra tersendiri di mata masyarakatnya. Hal ini jugalah yang dewasa ini terjadi di Kabupaten Agam.

Seorang pengamat politik di Kabupaten Agam yang bernama Syafri Antoni, kepada jejak77.com secara ekslusif menyampaikan catatannya tentang beberapa Keputusan dan langkah yang diambil Bupati oleh Agam.

Keputusan dan langkah yang diambil Bupati oleh Agam di nilai masyarakat kurang efektif dan tidak sesuai dengan substansi dan arahan Pemerintah Terkait Penanganan dan Pencegahan Penyebaran Corona di Indonesia jelas Syafri Antoni yang juga merupakan Ketua LSM Lembaga Metropol Indonsesia DPD Kabupaten Agam.

“Contohnya ini, Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan PP 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar khususnya pasal 6. Dalam pasal 6 itu dikatakan bahwa, Dalam Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar di Provinsi, Kabupaten dan Kota, Para Gubernur, Bupati dan Walikota menyampaikan usulan terlebih dahulu kepada Menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dibidang Kesehatan.” Sambung Syafri Antoni yang juga dikenal dengan sapaan Toni Jaksus.

“Nah, Sekarang ini Agam melaksanakan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau bagaimana? kalau iya apakah Bupati Agam sudah menyampaikan usulan itu? Kemudian, jika iya sudah diusulkan apakah Pemerintah Pusat sudah memberikan izin untuk Pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar di Kabupaten Agam atau belum? Disaat semua nya belum jelas, Bupati Agam telah mengeluarkan edaran menutup kegiatan pasar tradisional di Agam terhitung Senin (31/3) kemaren. Walaupun larangan itu tidak berlaku efektif, tapi itu tetap menjadi tandatanya apakah itu Pembatasan Sosial Berskala Besar?” Lanjut Toni.

“Karenanya keputusan penutupan pasar rakyat itu banyak menuai protes dari masyarakat. Jika Pasar ditutup, apakah kebutuhan hidup pedagang dipikirkan oleh bupati? apakah bupati tidak pernah memikirkan bagaimana nanti nya aliran distribusi kebutuhan pokok masyarakat Kabupaten Agam yang pada dasar nya hampir 80% berhilir dari Pasar Tradisional?” tutup Toni yang juga merupakan Redaktur Koran Mingguan Jejak News mengakhiri satu permasalahan tentang keputusan Bupati menutup Pasar Tradisional di Agam.

Kemudian menurut Toni tentang Pembagian beras sebanyak 20 Kg yang disebut sebagai jaring pengaman sosial di Agam juga dinilai terlalu tergesa gesa. Walaupun isu covid 19 telah melanda seluruh sudut daerah di negeri ini, namun untuk Agam dampak signifikan sesungguhnya belum dirasakan oleh masyarakat.

“Apakah dampak virus corona itu sudah sudah begitu parah di Agam, sehingga bupati sudah membagi bagikan beras kepada masyarakat?” kata Toni yang juga berjabatan sebagai Kabid Sosial Politik Pekat-IB Kabupaten Agam.

Sejauh ini menurut Syafri Antoni, jangankan mewabah, orang yang dinyatakan positif saja di Agam belum ada. “Walaupun ada ratusan Orang Dengan Pengawasan atau ODP tapi yang positif belum ada. ODP itu orang-orang yang baru datang dari luar Sumbar, dan sejauh ini belum ada yang terdengar mereka yang mengalami gejala Covid 19” jelasnya.

Dengan pembagian bantuan kepada masyarakat, seperti ini Syafri Antoni menilai seperti ada boncengan kepentingan lain. “Kita tidak berasumsi, padahal Agam belum termasuk kategori daerah terjangkit, karena belum ada satupun yang benar benar telah dinyatakan positif, mudah-mudahan tidak lah. Tapi apa yang dilakukan oleh bupati ini sudah menggambarkan begitu, seperti menakuti nakuti masyarakat atau ada hubungannya dengan Pilkada?” katanya lagi.

Proses pembagian beras pun banyak menjadi pertanyaan bagi masyarakat, disatu sisi memang menyenangkan bagi yang menerima, tapi disisi lain menimbulkan protes dan keributan.

“Pembagian beras disebut dengan menggunakan pendataan PDT, sebagai basis data yang dibuat beberapa tahun lalu. Banyak protes muncul di masyarakat, banyak juga masyarakat yang mempertanyakan sasaran pemberian bantuan itu. Mereka yang mendapat bantuan diantaranya orang orang diketahui tidak miskin, sementara yang benar-benar susah hidupnya tidak terdaftar dan tidak mendapatkan bantuan” ungkap Toni.

“Kemudian memang ada peluang untuk diusulkan melalui wali nagari khusus warga yang merasa terdampak, tapi tetap saja hal itu menyusahkan masyarakat. Akhirnya karena memang belum terlalu butuh dan belum kelaparan kebanyakan masyarakat enggan menyampaikan permohonan dan berhiba hiba kepada wali nagari” Tutup Syafri. *Tj

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.