PAMSIMAS PROGRAM TRILIUNAN RUPIAH YANG TERABAIKAN PEMERINTAH

Editor : Fauza Afifah

Tanah Datar, (JMG)- PAMSIMAS (Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat) adalah Program Nasional yang bernilai Triliunan rupiah yang didanai melalui Pinjaman Bank Dunia (Word Bank) yang diatur melalui UU No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, cikal bakal Program Pamsimas yakni WSSLIC (Second Watwer and Sanitation for Low Income Comonitie) I Periode pelaksanaan Tahun 1993-1999, dan WSSLIC II Periode 2000-2009, dan dilanjutkan dengan Program PAMSIMAS I Tahun 2008-2013, PAMSIMAS II Tahun 2013-2016, PAMSIMAS III Tahun 2016-2020, dan berakhir Desember 2021, dengan target UNIVERSAL ACCESS 100-0-100 kesediaan Air Minum dan Sanitasi yang layak untuk masyarakat.


Dengan sangat besarnya Hutang negara melalui Bank Dunia, mulai dari Tahun 1993 dan berakhir 2021, untuk sebuah Program yang sangat mulia demi kesejahteraan masyarakat dalam mengakses Air Minum dan Sanitasi yang layak, ternyata realita di lapangan yang terjadi masih belum sesuai dengan target Universal Access 100-0-100 dan azaz manfaat yang bisa dirasakan masyarakat tidak sebagaimana yang diharapkan.


Banyak faktor penyebab hal itu terjadi, mulai dari pemahaman masyarakat itu sendiri terkait sistem keberlanjutan program Paska Pamsimas, masalah internal pengurus KPSPAMS, profesionalitas Fasilitator (DC dan anggotanya) yang disediakan pemerintah melalui perusahaan Konsultan, dan kurangnya keseriusan Pemerintah mulai dari tingkat Nagari (Desa) sampai ketingkat Kabupaten/kota, selama Program berjalan, pihak Pemerintah lebih gigih dan fokus pada usaha memaksimalkan Penyerapan Anggaran dari Program Pamsimas untuk Lokasi Baru, sebab untuk lokasi baru Pamsimas, Bank Dunia melalui APBN nya mengucurkan dana pinjaman yang sangat besar nominalnya.


Namun untuk Program Paska setelah Pembangunan fisik Pamsimas terlaksana dan setelah diserahkan pada masyarakat melalui pengelolaan KPSPAMS, Pemerintah tidak lagi menjadikan skala prioritas Program Keberlanjutan dan keberlangsungan Pamsimas, demikian juga peran DC dan Fasilitator Masyarakat yang nyata-nyata dibayar pemerintah untuk mendampingi KPSPAMS dalam menjalankan fungsi keberlanjutan Program Pamsimas, tidak maksimal dan sepenuh hati menjalankan fungsi dan tanggungjawabnya, hal ini bisa kita lihat dari kasus-kasus yang terjadi di tengah-tengah masyarakat terkait pengelolaan sarana Pamsimas melalui KPSPAMS yang banyak bermasalah, mulai dari permasalahan internal kepengurusan, masalah iuran dan pertanggungjawaban keuangan KPSPAMS, masalah fungsi dan tanggungjawab Pemerintahan Nagari (desa) dan Pengurus KPSPAMS, masalah pencatatan aset Pamsimas yang ada di Nagari (desa), yang sampai saat ini banyak sekali menjadi polemik dan permasalahan ditengah-tengah masyarakat.


Sebagai contoh yang terjadi di Nagari Koto Baru, Kecamatan Sungai Tarab, sarana Pamsimas yg sudah dibangun dan dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai satu-satunya sumber air bersih masyarakat selama lebih kurang satu dekade terakhir, karena ketidak profesionalan dan ketransparanan pengurus KPSPAMS dalam pengelolaan PAMSIMAS, maka sudah sekitar satu minggu ini masyarakat tidak dapat lagi memanfaatkan air bersih PAMSIMAS, karena pengurus KPSPAMS telah memutuskan dan menutup sumber air PAMSIMAS yang di distribusikan ke rumah-rumah masyarakat, isu dan polemik kepengurusan dan ketidak transparanan pengurus KPSPAMS di Koto Baru ini sudah terjadi bertahun-tahun lamanya, malah semenjak didirikannya sarana Pamsimas di Koto Baru ini sudah terindikasi Pengurus tidak transparan, terutama terkait laporan keuangan yg di terima dari iuran yang di pungut pada masyarakat, namun pihak pemerintah, mulai dari tingkat Nagari (desa) sampai ketingkat Kabupaten Tanah Datar, serta DC dan Fasilitatornya sampai saat ini tidak bisa menyelesaikan persoalan di Koto Baru tersebut, hingga akhirnya Pengurus KPSPAMS yang notabene pemilik lahan sumber air semena-mena memutuskan pasokan air yang menjadi sumber air utama Pamsimas di Koto Baru, Pemerintahan Nagari saja tidak bisa berbuat banyak terhadap tindakan yang dilakukan pengurus KPSPAMS tersebut namun yang dirugikan adalah masyarakat banyak.


Hal yang hampir serupa juga terjadi di Nagari Pasie Laweh Kecamatan Sungai Tarab, yakni di KPSPAMS Babussalam, walaupun tidak sampai pada tindakan penutupan sumber air, namun masalah transparansi keuangan dan laporan pertanggungjawaban keuangan pengurus KPSPAMS periode ke dua, sudah 4 tahun belum ada sekalipun laporan pertanggungjawaban pengurus kepada masyarakat, padahal masa jabatan pengurus pun sudah 1 tahun berakhir, di tambah lagi masalah debit air yg tidak mencukupi kebutuhan masyarakat sehingga pembagian air dilakukan bergilir 1 kali 2 hari, padahal Pamsimas Babussalam sekitar 4 tahun yang lalu sudah menerima dana HID untuk penambahan sumber baru agar debit air bisa mencukupi untuk didistribusikan pada masyarakat, agar perselisihan terkait pembagian air tidak terjadi lagi, namun semenjak dana hibah tersebut sudah direalisasikan untuk pembangunan sumber baru, ternyata kondisi distribusi air untuk masyarakat tetap seperti sebelum mendapatkan dana HID, masyarakat tetap harus menerima kenyataan pendistribusian air secara bergilir, padahal dana hibah HID yang diterima cukup besar, sekitar 340 jutaan rupiah, dan hal ini menjadi kesia-siaan belaka, namun Pemerintahan mulai dari tingkat Nagari sampai ke Kabupaten seperti tidak mempedulikan apa yang terjadi, di buktikan sampai saat ini tidak ada yang bisa dilakukan oleh Pemerintah, terkait persoalan ini.


Dua contoh kasus di atas merupakan kondisi riil yang banyak terjadi di program Pamsimas yang tersebar di Kabupaten Tanah Datar, se yogyanyalah Pemerintahan Kabupaten yang di bantu oleh DC dan Fasilitator, serta Pemerintahan Nagari selaku perpanjangan tangan Pemerintahan Kabupaten berkewajiban untuk membantu, memfasilitasi serta melakukan pendampingan kepada KPSPAMS agar sarana Pamsimas yang di bangun dari Hutang Negara kepada Bank Dunia, bisa tetap terjaga keberlangsungannya dan bermanfaat secara maksimal untuk masyarakat, sehingga target Universal Access 100-0-100 betul-betul bisa terwujud.


Namun realita yang terjadi, sepertinya Pemerintahan hanya lebih mengutamakan serapan anggaran dari dana hutang yang diberikan Bank Dunia melalui APBN, untuk Pembangunan fisik, baik untuk lokasi baru ataupun lokasi lama Program Pamsimas, dan tidak berusaha maksimal agar keberlangsungan dan keberlanjutan Program Pamsimas ini bisa betul-betul bermanfaat maksimal untuk masyarakat, sehingga Hutang Negara kepada Bank Dunia ini tidak sia-sia belaka, padahal setiap hutang yang dibuat Negara, masyarakatlah yang akan terbebani dengan hutang tersebut, jadi hal yang miris untuk masyarakat, sudahlah masyarakat tidak bisa mendapatkan manfaat yang maksimal, malah beban hutang lah yang mesti masyarakat tanggung.


Apalagi Pasca Program Pamsimas sudah berakhir per Desember 2021, dan Bank Dunia tidak lagi memberikan bantuan hutang kepada Negara, maka satu keniscayaan lah Pemerintah mulai dari pusat sampai Ke Kabupaten tidak lagi memprioritaskan keberlangsungan Sarana Pamsimas yang sudah dibangun dengan dana hutang yang triliunan.
(Silvanus)

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.