Menjadi Pejuang Anti Hoaxs di Dunia Digital

Editor : Mas pay

Wonosobo (JMG) – Era digital yang ditandai akselerasi media sosial memunculkan beragam persoalan komunikasi baru di tengah masyarakat.

Masalah hoaks dan hal sejenis seperti ujaran kebencian fitnah, manipulasi informasi, disinformasi, peredaran prasangka dan lain-lain menjadi ancaman serius kehidupan berbangsa juga beragama.

“Dalam situasi ini, generasi milenial diharapkan bisa menjadi pejuang anti hoaks untuk menyehatkan ruang digital,” generasi milenial hidup dalam lingkungan sosial dan budaya digital yang berpotensi secara global dan menjadi sumber informasi dalam dunia yang telah berubah. Dan tantangan yang dihadapi generasi milenial ini telah membentuk persepsi milenial tentang kepahlawanan/menjadi pejuang

“Namun figur pejuang masa lalu belum tentu cocok untuk tantangan generasi milenial saat ini karena dianggap kurang relevan dengan zamannya,” katanya.
“Generasi milenial harus memahami dulu apa itu hoaks untuk dapat menjadi pejuang anti hoaks,” katanya. Hoaks sendiri diketahui sebagai informasi palsu, berita bohong atau fakta yang direkayasa untuk tujuan lelucon sehingga serius. Secara bahasa hoaks memang artinya lelucon, cerita bohong, kenakalan, olokan, membohongi, menipu, mempermainkan, memperdaya dan memperdayakan.


Sedangkan dalam kamus jurnalistik Ipah mengartikan hoaks sebagai berita bohong, berita yang tidak benar, sehingga menjurus pada kasus pencemaran nama baik.
“Menjadi pejuang tidak identik dengan mengangkat senjata, banyak juga yang disebut pejuang karena menjaga nilai-nilai kemanusiaan yaitu yang berkenaan dengan agama, sosial, budaya, ataupun lingkungan. Dan manusia-manusia seperti itu bertebaran dimana-mana, tidak berdasarkan jenis kelamin atau usia,” kata dia.
Pejuang anti hoaks, menuntut agar pengguna milenial bisa menjaga nyamannya ruang digital. Sebab berita hoaks dibuat agar viral, dan mendapat uang dari traffic juga untuk menjatuhkan golongan tertentu dengan merusak citranya.

“Kenali ciri-ciri hoaks yang biasanya mengakibatkan kecemasan, kebencian, dan permusuhan. Sumber beritanya juga tidak jelas dan biasanya pemberitaanya tidak terverifikasi, tidak berimbang dan cenderung menyudutkan pihak tertentu,” kata dia.

Ciri lainnya, hoaks biasanya memiliki narasi pengantar provokatif, memberikan penghukuman serta menyembunyikan fakta dan data.

“Tiga hal penting pejuang anti hoaks adalah bisa menjaga privasi, bisa menentukan akurasi, dan menghargai properti atau hasil karya orang lain di dunia digital,”.
Fredy menuturkan pada saat dikonfirmasi sebagai Panitia penyelenggara yang mendapat mandat langsung dari Kominfo untuk menggelar acara sosialisasi pada hari minggu tanggal 07 mei 2023 dilapangan dukuh penulih Suroyudan Sukoharjo wonosobo,yang pada kesempatan kali ini mengambil tema ” Menjadi Pejuang anti hoaks di dunia digital”.

Dan mendatangkan langsung narasumber yaitu; Astin Meiningsih,Korwil Mafindo wonosobo,Jayeng Sukmoadi,Camat sukoharjo,dan Kyai Darto wahab,KOL.dalam kegiatan ini langsung digawangi sebagai moderator nya adalah saikun,salah satu wartawan online yg ikut dalam kegiatan malam ini.Dari narasumber yang hadir ini memberikan masukan dan pemahaman kepada masyarakat,terutama di wilayah suroyudan ini.
Kegiatan Kominfo,semakin cakap digital 2023 adalah program Literasi digital untuk meningkatkan kemampuan masyarakat indonesia dalam memanfaatkan tekhnologi digital secara positif,produktif, dan aman.
Panitia berharap dengan digelarnya acara tersebut maka akan semakin membuka mata kita agar lebih waspada,selektif dan mau.memahami akan dampak negatif dari berita hoaks di dunia digital.

( Arif 77 )

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.