Peran Lembaga Cadiak Pandai Nagari di Kabupaten Tanah Datar

Editor : Fauza Afifah

Oleh : Dedi Admond, S.Sos

Tanah Datar, (JMG)- Sepanjang perjalanan sejarah Minangkabau, kepemimpinan tigo tungku sajarangan memiliki peran penting yang mempengaruhi perkembangan nilai-nilai adat, budaya dan agama Islam di nagari – nagari. Istilah tigo tungku sajarangan yang telah lama dikenal oleh masyarakat Minangkabau merupakan unsur masyarakat yang terdiri dari; kaum niniak mamak, alim ulama dan cadiak pandai. Ketiga unsur ini merupakan bentuk kepemimpinan masyarakat di nagari yang memiliki peran yang berbeda namun secara kolektif punya tujuan yang sama dalam membangun dan memajukan nagari. Ibarat kata “manjadi suluah di nan kalam, kusuik ka panyalasai dan karuah nan ka mampajania” artinya sebagai penerang dan sumber pengetahuan serta berperan dalam menyelesaikan perselisihan maupun sengketa yang terjadi di tengah masyarakat.

Tatkala lahir Undang-undang nomor 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa dalam pelaksanaannya di Provinsi Sumatera Barat, nagari menjelma menjadi desa sebagai sebagai bentuk pemerintah terendah yang dipimpin oleh seorang kepala desa. Nagari terpecah menjadi beberapa desa. Kepala desa memiliki pengaruh dan otoritas yang cukup kuat. Kepemimpinan tigo tungku sajarangan perlahan tapi pasti berangsur berkurang dan bahkan ditemukan sampai pada kondisi terburuk dimana tidak lagi berfungsi seperti sediakala.

Kondisi ini berakhir seiiring lahirnya Undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat nomor 9 tahun 2000 tentang Ketentuan Pokok Pemerintahan Nagari sebagai landasan hukum bagi kabupaten kembali kepada sistem pemerintahan nagari dengan semangat kembali ke surau.

Di Kabupaten Tanah Datar ditindaklanjuti dengan lahirnya Peraturan Daerah Kabupaten Tanah Datar nomor 17 tahun 2001 tentang Pemerintahan Nagari. Dalam perkembangan berikutnya sesuai dengan terjadinya perubahan regulasi dengan ditetapkannya Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah maka untuk penyesuaian lahir Peraturan Daerah nomor 4 tahun 2008 tentang Nagari.

Dari sinilah dimulainya pembentukan lembaga unsur yang ada di nagari secara organisatoris di Kabupaten Tanah Datar. Diantara unsur masyarakat tersebut adalah unsur alim ulama, cadiak pandai, bundo kanduang dan pemuda. Sedangkan niniak mamak terhimpun di dalam kerapatan adat nagari (KAN). Semua lembaga unsur ini dibentuk oleh KAN sesuai dengan isi yang terkandung di dalam pasal 87 huruf c Peraturan Daerah Kabupaten Tanah Datar nomor 4 tahun 2008 tentang Nagari. Di samping itu KAN berfungsi sebagai lembaga pembinaan, pengembangan dan perlindungan terhadap unsur alim ulama, cadiak pandai, bundo kanduang dan pemuda nagari di salingka nagari. (pasal 88 huruf d Peraturan Daerah Kabupaten Tanah Datar nomor 4 tahun 2008 tentang Nagari).

apa pengertian cadiak pandai nagari?

Dihimpun dari berbagai sumber bahwa cadiak pandai nagari pengertiannya dapat digambarkan dan ditemui didalam pepatah dan pantun adat seperti contoh berikut ini;

aia janiah sayaknyo landai

jalan rayo titian batu

barundiang cadiak jo pandai

paham duo jadi satu

tahu dek rantiang nan ka mancucuak

tahu dek dahan nan ka mahimpok

mancapak tibo ka lantai

kanailah kain takambang

apo nan cupak cadiak pandai

tahu di kato undang-undang

Jika merujuk pada Peraturan Bupati Tanah Datar nomor 15 tahun 2008 tentang Pedoman Pembentukan dan Tata Kerja Lembaga Alim Ulama, Cadiak Pandai, Bundo Kanduang dan Pemuda Nagari, maka pengertian cadiak pandai nagari adalah anak nagari yang merupakan tokoh masyarakat, mempunyai pengetahuan dan wawasan yang lebih serta mampu memberikan konstribusi untuk pembangunan nagari.

apa peran lembaga cadiak pandai nagari?

Secara umum lembaga ini diharapkan dapat memberikan konstribusi pengetahuan dan keilmuan untuk kemajuan nagari. Sebagai fasilitator, motivator dan dinamisator dalam pembangunan. Dan sebagai sarana komunikasi sosial antar lembaga unsur nagari. Disamping itu, lembaga cadiak pandai nagari juga memiliki peran strategis diantaranya;

  1. Mengajukan satu orang bakal calon wali nagari.
  2. Menjadi peserta musyawarah nagari untuk pemilihan wali nagari pergantian antar waktu
  3. Bersama KAN dan lembaga unsur lainnya menghadiri rapat paripurna BPRN dalam mendengarkan laporan keterangan pertanggungjawaban wali nagari.
  4. Bersama unsur lainnya menempatkan utusannya tergabung di dalam lembaga musyawarah perwakilan untuk pemilihan calon anggota BPRN.
  5. Memberikan pandangan, pendapat dan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan dan keputusan di dalam nagari.

Agar lebih maksimal peran lembaga ini sangat diharapkan penguatan regulasi yang mengatur tata kerjanya dan yang teramat penting adalah senantiasa memupuk dan memelihara semangat pengabdian dalam memajukan nagari serta peduli terhadap berbagai persoalan di nagari.(Anto)

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.