MANJALANG MINTUO

Penulis: Aria Yoga Putra
Mahasiswa Sastra Daerah Minangkabau
Universitas Andalas

Suku Minangkabau adalah salah satu suku di Sumatera Barat yang merupakan suku yang terkenal dengan adat istiadat yang kuat sebagai pemersatu masyarakat. Suku Minangkabau mempunyai adat yang berbeda pada setiap Nagari atau suatu kelompok masyarakat yang mempunyai kekhasan dan keunikan dalam pelaksanaan ritual upacara adat, seperti upacara kematian, turun mandi, pengangkatan panghulu, khatam quran dan yang paling sering adalah upacara adat perkawinan.

Upacara perkawinan merupakan suatu upacara adat yang sangat sakral. Menurut pendapat Sukmasari (2009: 66) bahwa perkawinan merupakan keluarga yang melakukan suatu ikatan pribadi antara seorang pria dan wanita, dan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan setiap manusia karena ia merupakan masa
permulaan bagi seseorang melepaskan dirinya dari lingkungan keluarganya, dalam
perkawinan terdapat berbagai prosesi yang dimulai dari marambah jalan, meminang, pesta, nikah, hingga manjalang mintuo.

Acara Manjalang Mintuo terdapat di daerah parak laweh, kecamatan lubuk begalung, Kota Padang. Upacara perkawinan merupakan acara sangat penting, karena acara ini khusus dilaksanakan untuk memperkenalkan pengantin perempuan (anak daro) kepada seluruh keluarga dari pengantin laki-laki (marapulai) yang bertujuan mempererat silaturahmi antara kedua belah pihak dari pengantin laki-laki (marapulai) dan pengantin perempuan (anak daro).

Pelaksanaan acara Manjalang Mintuo ini, pihak keluarga pengantin perempuan (anak daro) membawa beberapa jenis makanan adat seperti juadah. Menurut Mardiah, salah satu seorang Bundo Kanduang.

Jenis makanan untuk juadah yang dibawa pada acara manjalang mintuo di Parak laweh yaitu:

  1. Wajik yang terbuat dari beras ketan, saka
    dan santan.Wajik berwarna hitam.
  2. Jala Bio yang terbuat dari tepung beras putih, tepung ketan, kelapa, minyak goreng. Jala Bio berwarna putih.
  3. Aluo yang terbuat dari Beras ketan (pulut), saka putih, gula pasir. Aluo berwarna putih berbintik ± bintik merah, sedangkan warna merah berasal dari saka (gula merah) yang dipakai sebagai pemanisnya.
  4. Kanji yang terbuat dari beras ketan, kelapa, saka, garam. Kanji berwarna hitam.
  5. Kipang Ampiang yang terbuat dari beras ketan yang digoreng dan dimasak dengan menggunakan saka dan gula. Kipang Ampiang berwarna merah putih
  6. Kareh yang terbuat dari bahan campuran
    tepung ketan dan tepung beras dan air bunga rayo. Kareh ± berwarna merah.

Sesudah upacara akad nikah, dilanjutkan dengan mempersandingkan kedua pengantin di pelaminan di kediaman anak daro. Setelah mengikuti prosesi adat serta melakukan rangkaian acara sesudah akad nikah, suatu acara yang tidak kalah pentingnya dalam suatu perhelatan besar (baralek gadang), dalam tata cara adat istiadat perkawinan di Minangkabau, ialah acara manjalang mintuo.

Alat yang digunakan untuk menyusun juadah pada acara manjalang mintuo yaitu:
Dulang yang digunakan untuk membawa juadah yang terbuat dari papan yang menyerupai bentuk dulang.
-Lapiak balambak yaitu sejenis tikar yang terbuat dari pandan. Lapiak balambak berfungsi sebagai alas untuk juadah yang dibuat mengikuti bentuk dulang.
-Kayu berfungsi untuk penahan juadah, agar juadah saat dibawa pada acara manjalang mintuo tidak runtuh atau berjatuhan. Kayu yang digunakan berjumlah 10 buah.-
-Tali rapia yang terbuat dari bahan plastik. Tali rapia berfungsi untuk mengikat kayu yang digunakan untuk penahan juadah.

Pada beberapa nagari di Sumatera Barat, acara sesudah perhelatan dirumah anak dara mempunyai berbagai macam istilah. Ada yang menyebut dengan istilah manjalang mintuo, Batandang, mahanta nasi, manyaok kandang atau mahanta nasi katunduakan, mahanta bubue, dan lain lain.

Namun maksud dan tujuannya sama, yaitu kewajiban untuk mengisi adat setelah akad nikah dari pihak keluarga pengantin wanita/anak daro kepada keluarga pengantin pria/ marapulai. Mengisi adat ini mengandung arti bahwa pihak keluarga pengantin wanita pada hari yang ditentukan harus datang secara resmi kerumah ayah ibu pengantin pria, untuk lebih saling mengenal dengan seluruh keluarga suaminya. Kedatangan anak daro dengan kerabatnya dalam kunjungan kerumah mertuanya itu bukan saja disaksikan oleh keluarga terdekat dari mertua (mintuo)nya, namun juga tamu-tamu yang diundang oleh pihak keluarga mertuanya.

Pada saat berkunjung kerumah mertuanya itu, anak daro dan rombongannya diharuskan untuk membawa berbagai macam makanan. Makanan antaran yang dibawa oleh anak daro meliputi;
– nasi kuning (ketan) dan singgang ayam,
– rending atau pangek gadang (asam padeh daging) dll,
– kue-kue berbunga atau cake besar,
– kue-kue adat yang serba bulat, yaitu pinyaram (kue cucur), onde-onde, kue poci, kue abuak, dan lain lain.

Semua bawaan tersebut, ditata di atas dulang-dulang tinggi yang bertutup kain dalamak dan dibawa , dengan dijunjung diatas kepala dalam barisan oleh wanita-wanita yang berpakaian adat. Prosesi membawa makanan kerumah mertua ini, sebagaimana yang telah diletakkan pada dulang-dulang tinggi, akhirnya disebut dengan istilah manjujuang jamba.

Di daerah Parak laweh, Padang. Membawa nasi dan lauk pauk dalam acara ini yang disebut mahanta nasi katunduakan, ditata dalam mangkok besar berkaca putih yang dijunjung oleh wanita-wanita berpakaian adat setempat dengan barisan berderet satu-satu bagaikan itik pulang petang.
Di daerah Parak laweh, padang maka segala barang bawaan ini, baik yang dijunjung diatas dulang maupun yang ditata diatas baki, tidak boleh ditutup agar orang-orang kampung lain bisa melihatnya sepanjang perjalanan yang dilaluinya.

Di daerah ini jumlah makanan yang dibawa berbeda pula, tergantung pada tingkatan dan status sosialnya dalam masyarakat.
Pemberian jumlah barang antaran, tergantung dari status sosial masyarakatnya. Bagi anggota masyarakat biasa segala barang bawaan itu, cukup masing-masing satu macam atau serba satu atau paling banyak serba dua.

Sedangkan bagi orang yang berketurunan, yaitu sutan, puti, marah, sidi, bagindo serba empat. Dalam hal ini berarti barang antaran yang pokok sebagaimana yang telah disebutkan diatas juga harus serba empat, yakni, Singgang ayamnya empat, kue bolunya empat, dan lain lain.

Arak-arakan manjalang mintuo yaitu mahanta nasi dari rumah pengantin wanita ke rumah orang tua pengantin pria ini selain diikuti oleh wanita-wanita yang berpakaian adat atau berbaju kurung, juga diikuti oleh para ninik mamak yang juga mengenakan lengkap busana-busana adat sesuai dengan fungsinya didalam kaum. Bahkan barisan ini juga, dimeriahkan dengan iringan pemain musik tradisional setempat seperti talempong pacik, gendang, dan puput sarunai yang berbunyi terus menerus sepanjang jalan sampai ke tempat tujuan.

Akibat perkembangan zaman, iringan musik dalam rangka acara menjalang ini, dilakukan dengan mengikutsertakan seorang laki-laki dalam barisan dengan menyandang tape recorder yang agak besar. Di sepanjang jalan ia membunyikan kaset lagu-lagu Minang dengan volume besar.

Ketika rombongan tiba dirumah pengantin pria/ marapulai, rombongan ini disambut pula secara adat. Selain dengan sirih dalam carano, adakalanya juga dinanti dengan tari gelombang dan pasambahan. Dirumah Mintuonya, anak daro dipersandingkan kembali dengan marapulai di pelaminan yang sengaja dipasang oleh keluarga Marapulai. Disinilah resepsi perkawinan juga dilakukan meriah dan sekaligus dalam rangka memperkenalkan anak daro (isteri) atau menantu keluarga itu.

Jika anak daro telah menunaikan kewajibannya untuk mengantarkan nasi dan perlengkapannya kepada mertuanya, maka muncul pula kewajiban adat bagi orang tua pengantin pria/marapulai setelah acara selesai, dengan mengisi kembali wadah-wadah yang kosong tadi, sebelum rombongan anak daro pulang. Isinya bisa berupa ; bahan-bahan kain untuk baju, atau seperangkat pakaian, perhiasan emas atau sejumlah uang atau bisa juga hanya diisi dengan gula, mentega dan tepung terigu. Semua itu tentu sesuai dengan kemampuan dan kerelaan sang mertua.

Untuk acara manjalang yang diadakan di gedung-gedung, acara manjalang ini juga sering dilaksanakan secara simbolik, dimana barisan pengantin waktu memasuki gedung diawali dengan barisan dara-dara limpapeh rumah gadang yang menjunjung jamba.

Sedangkan orang tua dan saudara-saudara kandung pengantin pria sebagai orang yang punya hajat tidak ikut dalam barisan, tetapi menunggu iring-iringan pengantin dan orang tua pengantin wanita di depan pelaminan.

Lazim pula pada acara manjalang mintuo, dilakukan bersamaan harinya dengan acara kenduri atau resepsi perkawinan di rumah si anak daro. Jika kegiatan menjalang itu dilakukan bersamaan waktunya, maka kedua belah pihak harus pintar-pintar menata acara secara baik. Waktu menjalang itu dapat dilakukan setelah bada dzuhur atau bada asyar. Hal ini mungkin saja terjadi bila perhelatan itu tidak berjauhan lokasi kediaman masing-masing pengantin.

Jika pelaksanaan manjalang mintuo dilaksanakan sekaligus, maka setelah acara manjalang usai dilaksanakan, maka rombongan anak daro pulang kerumahnya dengan membawa pemberian kerabat marapulai/suaminya, tanpa didampingi marapulai. Mengapa demikian ? karena setelah acara manjalang berlangsung, nanti pada malam hari marapulai akan dijemput secara tersendiri oleh wakil keluarga anak daro.

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.