Ketua KAN tidak berfungsi,pemakaian adat Ninik mamak AmpangKuranji Kisruh

Editor : Meza g.n

Dharmasraya,(JMG)- Ketua Kerapatan Adat Nagari (KAN) Nagari Ampang Kuranji, Kecamatan Koto, dinilai tak mampu sandang jabatan oleh masyarakat sebagai orang yang dituakan dalam nagari.

Ketua KAN yang seyogyanya menjadi panutan dan penjernih bagi air keruh dalam Nagari, justru berbanding terbalik. Nyatanya, setahun sudah kisruh antar suku di nagari tersebut tak kunjung menepi.

Peranan Ketua KAN, dalam kusut delapan suku yang ada dinagari itu, yang seharusnya setapian, se akun dan selangkah, Seiya dan sekata, pada kenyataan nya kini, jauh panggang dari api.

Mirisnya lagi, kisruh yang tak berkesudahan itu, telah menghukum satu penghulu suku secara bersama-sama, oleh Wali Nagari, Ketua KAN dan tujuh niniak mamak. Bahkan, jikalau penghulu disuku tersebut tidak diganti, maka Sirih Carano hanya akan berjalan di tujuh suku atau sudah tidak dalam forum Ninik Mamak.

“Persoalan ini diduga karena tidak ada nya jalan penyelesaian dari ketua kerapatan adat nagari (KAN) dengan membiarkan persoalan adat/suku tanpa kejelasan dan membiarkan berlarut-larut,” ungkap Andisa putra, Dt mangkurajo, selaku pucuk pimpinan suku patopang, Rabu 27/7 2022.

Dilanjutkanya, Selaku Ketua Kerapatan Adat Nagari (KAN)lembaga peradilan adat dalam nagari, setidak nya lebih faham dalam menyelesaikan masalah adat bukan ikut-ikutan berjamaah menghukum satu suku tanpa kejelasan.

Tugas sebagai Ketua KAN itu untuk menyelesaikan masalah suku/adat, bukan ikut membuat kegaduhan atau perpecahan antar suku. Intinya, jangan coba-coba ingin menjadi tuan rumah di rumah orang lain.

“Ingat.! Yang bisa dan berhak mengganti seorang Datuk/penghulu itu cucu keponaan dari suku tersebut,” tegasnya.

Disamping itu, selaku masyarakat Nagari Ampangkuranji Nanang, ia menilai kisruh antar suku tersebut, permasalahannya didalam pemakaian adat Ninik mamak dinagari itu.

“Yang Namo nyo suku dek Kito kini Yo Ado salapan tapi kenyataan nyo kini, di bilang dak gonok kok di hitung indak cukuik lai, Tabang indak sabondong hinggok indak sacongkam dan Mandi sudah indak satapiyan,” ungkap dia dalam pepatah Minang.

Akibatnya, kini hidup bak dalam sinetron nagari, Yang tua tidak merasa tua, yang ber bapangkat tidak tau dengan tupoksinya, ninik mamak tidak ada lagi aso jo pareso, itu yang terjadi dinagari nan menjunjung tinggi adat itu.

Menurut ia di dalam persoalan ini tidak hanya ketua KAN yang dilibatkan, seharusnya peran wali nagari sebagai pucuk pimpinan juga ikut serta, setidaknya menjadi penengah jangan diam apa lagi ikut berpihak.

” Intinyo Indak Ado kusuik yang indak bisa salasai, indak ado karuah nan indak janiah, bila semua bisa duduk bersama,” jelasnya.

Sebelumnya, persoalan itu muncul saat setahun lalu, adanya dugaan salah seorang dari cucu keponakan dari datuak Mangkurajo yang melakukan kesalahan dalam nagari. Namun, sesuai kesepakatan, adat diisi limbago batuang, semua sudah dipenuhi.

Tetapi, tujuh dari delapan datuak mungkia dari janji yang telah disepakati secara bersama. “Kato partamo kato batopati, kato kaduo, kato bacari,” kata itu tidak lagi disandang oleh oleh tujuh niniak mamak itu, hingga kisruh di nagari terus menjadi bola liar.(dlooyd)

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.