Kesamaan Pola Demo Kepala Desa dan Perangkat Desa

Editor : Mas pay

Penulis : Agoes S

Demonstrasi ribuan Kepala Desa (kades) di DPR RI Senayan, Jakarta pada Selasa, 17 Januari yang lalu terus menjadi perbincangan publik. Kini giliran massa perangkat desa melakukan aksi demo di depan gedung DPR RI hari Rabu, 25 Januari 2023.

Aksi demo Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) ini menuntut payung hukum yang jelas terkait status kepegawaian mereka. Mereka menuntut penerbitan nomor induk perangkat desa (NIPD) atau Nomer Induk Aparatur Pemerintah Desa (NIAPD).

Ada kesamaan pola antara dua kelompok demonstran ini. Ada saling ancam, akan menghabisi parpol di pemilu 2024 jika tak mendukung tuntutan para Kades. Akan mengerahkan massa lebih besar jika tuntutan Perangkat Desa tak diakomodir. Miris dengan tingkah laku beberapa oknum kades yang mereka lakukan, menuntut tapi tidak ada jaminan etos kinerja mereka akan lebih baik.
Seperti sebuah lakon sinetron yang mudah ditebak ending ceritanya. Disini kita bisa melihat betapa monotonnya sang sutradara perpanjangan masa jabatan kepala desa dan status kepegawaian perangkat desa menjelang tahun politik.

Kepala Desa dan Perangkat Desa sesungguhnya tidak pernah terbersit untuk menuntut perpanjangan jabatan ataupun status kepegawaiannya. Ada semacam tim (bidding) yang membuat mereka bergerak dengan berbagai fasilitas yang sudah diantisipasi oleh sang pembisik.
Banyak pihak menilai bahwa perpanjangan jabatan ini justru akan menodai demokrasi dan memupuk tumbuhannya KKN di desa.

Bahkan lembaga anti rasuah yaitu KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) menyatakan hingga saat ini, tata kelola di desa masih jauh dari harapan. Buruknya tata kelola dan minimnya partisipasi masyarakat membuat desa saat ini menjadi salah satu lahan tindak pidana korupsi.

Ternyata masyarakat desa lebih berperilaku koruptif daripada masyarakat perkotaan. Data 2021 menunjukkan, perilaku koruptif masyarakat desa berada di angka 3,83.

Apalagi sejak 2015 – 2022 terdapat sebanyak 601 kasus korupsi di desa dengan jumlah tersangka korupsi sebanyak 686 orang.

Pemerintah telah mengucurkan Dana Desa mencapai Rp 468,9 triliun sejak 2015 – 2022. Sementara pada tahun 2023, Pagu Anggaran Dana Desa adalah Rp 70 triliun yang akan dialokasikan kepada 74.854 desa di 34 kabupaten/kota.
Besarnya Dana Desa selama ini belum dikelola dengan baik dan menjadi sumber pemicu korupsi di desa.

Ketidakprofesionalan pengelolaan dana tersebut berasal dari minimnya pengetahuan serta sumber daya dari kepala desa dan aparat desa untuk mengkonversi Dana Desa menjadi program atau kegiatan yang dapat mensejahterakan masyarakat.

Tidak efektifnya pengelolaan dana desa juga dapat dilihat dari angka kemiskinan yang dikeluarkan oleh BPS (Badan Pusat Statistik). Tahun 2020, masyarakat miskin Indonesia tercatat 13,2 persen, tahun 2021 sebesar 12,59 persen, dan tahun 2022 sebesar 12,2 persen, masih jauh dari target nasional yakni 8,5-9 persen.

Ini artinya pengelolaan anggaran, sistem pemerintahan desa masih ada celah korupsi. Sebuah survei mencatat desa menempati peringkat ketiga dalam hal kerawanan dan banyaknya tindak pidana korupsi.

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.