Beksan Tayub Warnai Ritual Tradisi Reresik Telaga Di Padukuhan Plebengan Tengah

Editor : Mas Pay

Gunungkidul ( JMG ),- Daerah Istimewa Yogyakarta terkenal dengan seni dan budayanya, salah satunya adalah di Kabupaten Gunungkidul, daerah tersebut sangat kental dengan kearifan lokal seni dan budayanya sebagai warisan leluhur yang patut di lestarikan meskipun di era globalisasi jaman dan milenial yang semakin canggih teknologinya.

Adat seni dan budaya merupakan warisan leluhur yang mempunyai nilai filosofi tinggi sebagai sebuah peninggalan sejarah sebagai gambaran cikal bakal kemajemukan, kekuatan,persatuan dan kepercayaan yang patut di pertahankan sebagai peninggalan sejarah leluhur.

Masih banyak kita jumpai di wilayah Gunungkidul di pelosok-pelosok Padukuhan seiring dengan kemajuan jaman tetapi mereka masih memegang teguh adat seni dan budaya sebagai kearifan lokal peninggalan leluhur yang masih di lestarikan.

Salah satunya di Padukuhan Plebengan Tengah Kalurahan Candirejo Kapanewon Semanu, kali ini di Padukuhan Plebengan Tengah menggelar ritual tradisi perti telaga ( Bersih Telaga ) yang di selenggarakan pada kamis legi ( 9/6/2022 ), setelah pelaksanaan gelar ritual tradisi reresik telaga kemudian di lanjutkan dengan gelar seni ledek ( Tayub ) yang di gelar di balai Padukuhan Plebengan Tengah, tumpah ruah masyarakat mengikuti prosesi ritual kenduri dan gelar seni ledek ( Tayub ).

Menurut keterangan sesepuh di Padukuhan Plebengan Tengah Wiknyo Sumarto saat di temui media mengatakan bahwa gelar budaya dan ritual adat reresik telaga di selenggarakan setiap hari kamis legi setiap tahunya, ritual ini merupakan warisan leluhur sebagai bentuk syukur terhadap sang Pencipta dan alam semesta.

” Kalau sejarah, dulu telaga ini tidak pernah kering walaupun musim kemarau panjang, Gunungkidul sejak dulu kala terkenal sering di landa kekeringan, telaga ini tidak pernah kering walau kemarau panjang,” jelasnya.

” Telaga ini sebagai sumber kehidupan dari 3 ( Tiga ) Padukuhan, yaitu padukuhan Plebengan Kidul, Plebengan Tengah dan Plebengan Lor, air merupakan sumber kehidupan, tanpa air tentu tidak akan ada kehidupan, kalau kita runut kenapa nenek moyang dulu setiap tahunya menggelar ritual reresik telaga, karena telaga ini merupakan sumber air yang merupakan sumber kehidupanya, sudah sewajarnya jika para leluhur tersebut menggelar ritual karena merupakan wujud syukur kepada sang Pencipta dan alam ciptaanya,” tambahnya.

” Jawa itu selalu memakai rasa ( roh -rohing rasa ) yang artinya kita di beri kehidupan dari sang Pencipta, kwajiban manusia bersyukur kepada sang Pencipta, sang Pencipta menciptakan alam semesta, kwajiban manusia menjaga keseimbanganya, Rasa syukur, Rasa handarbeni, Rasa Hangrekso, Roso tepo seliro, itulah sumbernya rasa yang berasal dari roh-rohing rasa,”pungkasnya.

Setelah kenduri adat kemudian gelar budaya seni ledek ( Tayub ) kemudian di lanjutkan dengan gelar bola voly dan malam harinya di lanjutkan dengan gelar campur sari ringkes electone.

( Mbah Pri )

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.