7 Mitos Polisi Versi CrimethInc

PENULIS : AGUS S

  1. Polisi menjalankan hukum yang sah.
    Tetapi kenyataannya, polisi rata – rata bukan ahli hukum, mereka tahu protokol dalam institusinya, namun tidak banyak tahu tentang hukum yang sebenarnya. Ada penegakan hukum mereka lakukan dengan gertakan, improvisasi, serta ketidakjujuran.
    Tidak bisa dipungkiri, banyak polisi yang hanya lulusan sekolah atas dan dididik menjadi seorang polisi hanya selama beberapa bulan. Lalu dalam perjalanannya banyak diantara mereka ditempatkan di bagian reskrim dan bahkan menjadi penyidik.
  2. Polisi adalah pekerja, sama seperti kita.
    Sangat disayangkan ada jarak yang dominan (jauh) antara “seharusnya” dan “adalah”. Tugas polisi untuk melayani dan mengayomi masyarakat bukan sebaliknya. Seperti diamanatkan dalam Undang – Undang no.2 tahun 2002 tentang Kepolisian. Bukan menjadi pelayan penguasa, bukan sebagai alat penguasa untuk menggebuk rakyat.
  3. Memang ada Apel busuk, tetapi beberapa polisi adalah orang baik.
    Ada suatu cara untuk memahami sifat sistematis dari institusi, daripada menghubungkan setiap ketidakadilan dengan kekurangan individu. Bahkan institusi ini sudah jatuh dalam degradasi paling memprihatinkan akibat ulah nakal oknum. Bahkan sampai berakhir kehidupan ini akan sulit bahwa citra polisi itu baik.
  4. Polisi bisa memenangkan semua konfrontasi, tidaklah harus memusuhi mereka.
    Polisi memiliki senjata, peralatan, dan pengawasan, terlihat tidak terkalahkan, tetapi itu hanya ilusi. Polisi dibatasi oleh sesuatu yang tak terlihat, birokrasi, opini publik,komunikasi yang terganggu, sistem peradilan yang overload.
  5. Polisi sebagai pengalih terhadap musuh yang sebenarnya, tidak sepadan kalau kita benci dan kita puji.
    Tirani bukan hanya masalah politisi atau eksekutif, mereka tidak berdaya tanpa ada melakukan permintaan. Saat kita melawan mereka, kita juga melawan kepatuhan yang membuat mereka berkuasa. Memang benar polisi tidak lebih integral, dengan hirarkri daripada dinamika penindasan dalam komunitas kita. Mereka hanya manifestasi luar, dalam skala yang lebih besar dari fenonena yang sama.
  6. Perlu polisi untuk melindungi kita.
    Di masa depan, kita mungkin bercita-cita untuk hidup dalam masyarakat tanpa polisi. Tapi kita membutuhkan polisi hari ini, karena sebagian orang tidak siap untuk hidup bersama secara damai tanpa penegak hukum bersenjata. Seakan ada ketidakseimbangan sosial dan ketakutan yang dipertahankan. Bahkan akan ada kedamaian yang diawali dengan kekerasan mereka.
  7. Melawan polisi itu katanya kekerasan, dan membuat kita tidak lebih baik dari mereka.
    Pemikiran ini, kekerasan secara inheren merupakan bentuk dominasi, karena tidak sejalan dengan melawan dominasi. Sesungguhnya mereka yang dalam kekerasan memainkan permainan yang sama seperti menindas, adalah kekalahan sejak awal. Dalam beberapa kasus, kekerasan memaksakan ketidakseimbangan kekuasaan, lebih dominan. Bagi yang masih memiliki keyakinan pada sifat otoriter (kekuasaan Tuhan) akan lebih mengikuti aturan baik legal maupun moral adalah prioritas utama apapun resiko yang didapatnya. Apapun sebutan untuk orang itu,konservatif atau pasifiskah, hanya ada sedikit perbedaan. Kita bertanggungjawab atas diri sendiri bukan kepada makhluk lain.

Polisi juga manusia, berhak mendapat penghormatan yang sama karena semua makhluk hidup yang bermuara dalam satu pencipta.
Baiklah kita simak apa yang dikatakan Frederick Douglass ini :
“cari tahu apa yang akan diterima oleh setiap orang secara diam-diam dan kamu akan menemukan ukuran pasti ketidakadilan dan kesalahan yang akan mereka lakukan, dan ini akan berlanjut sampai mereka dilawan dengan kata-kata atau pukulan, atau keduanya.”

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.